Rabu, 26 Oktober 2011

Rekonsiliasi Fiskal Tanah

Tanah
Komersial :
1. Tanah adalah aset berwujud yang diperoleh siap pakai atau diperoleh lalu disempurnakan sampai siap pakai dalam operasi entitas dengan manfaat ekonomis lebih dari setahun dan tidak dimaksud untuk diperjualbelikan dalam kegiatan operasi normal entitas. Antara lain meliputi ;
a. Harga transaksi pembelian tanah termasuk tanaman, prasarana, bangunan di atasnya yang aharus dibeli kemudian dimusnahkan.
b. Biaya konstruksi atau pembuatan tanah, bila lahan tanah diciptakan.
c. Biaya ganti rugi penghuni, biaya relokasi..
d. Biaya pembelian tanah lain sebagai pengganti.
e. Biaya komisi perantara jual beli tanah.
f. Biaya pinjaman terkapitalisasi ke dalam tanah.
g. Biaya pematangan tanah.
Tanah yang secara fisik menyusut luasnya, karena pengikisan alam, secara proposional mengurangi niali terbawa aset tanah saat tanggal neraca, dan dibebankan pada laba rugi tahun berjalan. Nilai terbawah disusutkan sesuai sisa manfaat ekonomis atau legal yang mana lebih pendek. .
2. Beban Tangguhan karena pengurusan legal hak tanah adalah biaya untuk memperolehy semua hak yang diterbitkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan . Jenis hak, batasan hak dan masa berlaku hak, tercantum secara eksplisit dalam dokumen hak tersebut. Hak milik tidak mempunyai batasan waktu kepemilikan, sehingga tidak dapat dikelompokkan sebagai Beban Tangguhan, namun dikapitalisasi sebagai unsure biaya Perolehan. Tanah Hak jenis lain diluar sertifikat hak milik mempunyai batasan waktu berlaku, walaupun dapat diperpanjang dan/atau diperbarui. Berbeda dengan aset tidak berwujud lain. Beban Tangguhan yang timbul karena perolehan hak atas tanah erat pada keadaan fisik tanah. Yang meliputi antara lain :
a. Biaya legal audit seperti pemeriksaan keaslian sertifikat tanah, rencana tata kota.
b. Biaya pengukuran-pematokan pemetaan ulang.
c. Biayanotaris, biaya jual beli & PPAT.
d. Pajak terkait pada jual-beli tanah (BPHTP)
e. Biaya resmi yang harus dibayar ke Kas Negara, untuk perolehan hak perpanjangan atau pembaruan hak baik status maupun peruntukan.
Semua Beban Tangguhan terkait hak diamortisasi sepanjang umur hukum hak atau umur ekonomis aset tanah, yang mana yang lebih pendek. (tergantung kebijaksanaan mgt.).


Fiskal :
1. Untuk penyusutan tanah tidak secara impisit ada pada peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga dengan demikian akan mengikuti peraturan dalam Standar Akuntansi Keuangan. Disusutkan dengan menggunakan taksiran manfaat ekonomis atau legal yang mana lebih pendek.
2. Untuk Beban Tangguhan akan diamortisasi sesuai dengan peraturan perpajakan pasal 11 A UU PPh No.36/2008 (lihat pada Amortisasi aset tak berwujud).

Contoh:
PT Manuka pada 1 September 2010 telah berhasil memperpanjang hak Guna Bangunan dengan biaya sebesar Rp 150.000.000,- untuk 15 tahun, sedangkan nilai ekonomis tanah tersebut mempunyai nilai ekonomis 50 tahun, maka secara komersial beban tangguhan tersebut akan diamortisasi selama 15 tahun. sedangkan menurut fiskus akan diamortisasi sesuai dengan kelompok amortisasi dan yang paling dekat dengan angka 15 tahun yaitu masuk kelompok ke 3 yaitu 16 tahun. metode penyusutan komersial dan fiskal adalah metode straight line method.
Amortisasi menurut komersial adalah Rp 3.333.333, (Rp 150.000.000 * 1/15 * 4/12) sedangkan menurut fiskal adalah Rp 3.125.000 (Rp 150.000.000 * 1/16 * 4/12). Selisih sebesar Rp 208.333 akan dikoreksi positip.

ASET TETAP BERWUJUD

Komersial;
1. Pengakuan Awal : Suatu Aset yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.
2. Pengukuran setelah Pengakuan Awal: Aset Tetap pada setiap akhir periode dapat dicatat :
a. Model Biaya.
b. Model Revaluasi.
3. Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas. Kebijakan menajemen aset suatu entitas dapat meliputi pelepasan aset yang bersangkutan setelah suatu waktu tertentu aset tersebut digunakan atau setelah bagian tertentu dari manfaat suatu aset dikonsumsi. Oleh karena itu, umur manfaat dari suatu aset dapat lebih pendek dari umur ekonomi dari aset tersebut. Estimasi umur manfaat suatu aset merupakan hal yang membutuhkan pertimbangan berdasarkan pengalaman entitas terhadap aet yang serupa.
4. Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset terserbut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan dari suatu aset dihentikan lebih awal ketika;
a. Aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset untuk dijual atau aset tersebut termasuk dalam kelompok aset ang tidak digunakan lagi dan diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untu dijual.
b. Aset tersebut dihentikan pengakuannya jika aset tersebut dilepaskan atau tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya.
5. Metode Penyusutan yang dapat digunakan adalah;
a. Metode garis lurus (straight line method)
b. Metode Saldo Menurun (declining balance method)
c. Metode Jumlah unit (unit of production method)
6. Pengeluaran selama penggunaan Aset tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
a. Capital expenditure
Jika pengeluaran tersebut memiliki manfaat pada masa mendatang atau dapat memperpanjang umur dari suatu aset tetap, maka pengeluaran tersebut dicatat sebagai aset pada laporan posisi keuangan (statement of financial position).
b. Revenue expenditure.
Jika pengeluaran tersebut tidak memiliki manfaat pada masa mendatang atau tidak dapat memperpanjang umur ekonomis dari aset tetap, tapi hanya berfungsi untuk meningkatkan kondisi dari aset tetap tersebut kepada kondisi semula, maka pengeluaran aset tersebut dicatat sebagai biaya reparasi dan pemeliharaan pada laporan laba rugi.
7. Penghentian pengakuan dari pada Aset tetap;
a. Dijual
b. Dihapuskan.
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap harus ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dan jumlah tercatat dari aset tersebut.
8. Imparement of Fixed Aset (Penurunan nilai dari Aset Tetap).
a. Jika Nilai Buku > (Nilai wajar – biaya penjualan) ------> debit Loss on Impairment (income statement account), credit; accumulated depreciation Fixed Asset.
b. Jika setelah diturunkan nilai book valuenya, ternyata tahun depan meningkat kembali tidak meliwati batas penurunan awal (reversal of impairment loss) maka debit Accumulated depreciation – Fixed Asset, credit; Recovery of impairment loss (income statement account)






Fiskal :

1. Idem
2. Pengukuran setelah pengukuran awal:
a. Model biaya (idem)
b. Model Revaluasi (harus meminta permohonan/persetujuan dari Dirjen Pajak), selisih revaluasi dikenakan PPh final sebesar 10% Final, dan dapat dikapitalisasi jadi Modal Saham. Jika melakukan revaluasi, maka dasar penyhusutan atas aset tetap adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aset tetap tersebut. Jika permohonan revaluasi tidak mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak, maka perusahaan tetap mengakui penyusutan fiskal berdasarkan harga perolehannya.
3. Umur manfaat asset ditentukan berdasarkan kelompok dari Aset Tetap yang diatur dalam peraturan perpajakan (Pasal 11 ayat 6 UU PPh No.36/2008) sebagai berikut ;

Tabel 1 : Kelompok Aset Berwujud
=================================================
Kelompok Masa Garis Saldo
Aset Berwujud Manfaat lurus Menurun
=================================================
I. Bukan bangunan

Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
================================================

II. Bangunan

Permanen 20 tahun 5%
Tidak Permanen 10 tahun 10%
=================================================
Mengenai rincian dari aset tetap yang masuk kedalam kelompok 1 sampai dengan 4 dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009 tgl.15 Mei 2009. (Lihat lampiran)
Jika aset tetap tidak terdapat dalam salah satu kelompok tersebut maka akan dikelompokan dalam kelompok 3 (Keputusan Menteri Keuangan No.138/KMK.03/2002 tgl.4 April 2002). (lihat lampiran)
Jika WP beryakinan bahwa aset tetap selain bangunan tidak dapat dimasukan dalam kelompok 3 tersebut dapat mengajukan surat kepada dirjen pajak (Peraturan Dirjen Pajak PER No.55/PJ./2009 tgl.10 Pebruari 2009).

4. Penyusutan aset tetap dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Penyusutan dapat ditunda jika mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak.
5. Penyutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar (straight line method) atau dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun (declining balance method), kecuali untuk kelompok bangunan, selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi aset tetap (lihat table 1 di atas).
6. Kebijaksanaan mengenai capital dan revenue expenditure mempunyai persepsi yang sama antara komersial dan fiskus, tapi kadang kala juga sering terjadi perselisihan pendapat antara keduanya mengenai apakah penambahan tersebut dapat menambah kemampuan umur ekonomis aset tetap tersebut.
7. Penurunan Nilai Aset Tetap (Impairment of Fixed Asets) tidak diakui oleh pajak, sehingga perkiraan yang timbul pada waktu dilakukan impairment pada aset tetap yaitu Loss on impairment harus dikoreksi positip dan Recovery of impairment loss harus dikoreksi negatip.
8. Apabila terjadi pengalihan harta terjadi karena di hibahkan, disumbangkan dan dalam rangka pemberian bantuan seperti yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh No.36/2008 yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

Contoh :

Selama tahun 2010 PT Jaya Niaga telah melakukan penyusutan komersial atas aset tetap sebesar Rp 20.350.000,-, setelah dihitung kembali penyusutan sesuai dengan peraturan fiskal diperoleh bahwa penyusan menjadi Rp 15.750.000,-.
Penyusutan komersial sebesar Rp 20.350.000,- harus dikoreksi positip, sedangkan penyusutan fiskal sebesar Rp 15.750.000,- harus dikoresi negatip, atau selisih sebesar Rp 4.600.000,- harus dikoreksi positif seperti terlihat dibawah ini :

Rekonsiliasi fiskal :


Atau





Koreksi fiskal dilakukan dengan mengkoreksi positip penyusutan komersial Rp 33.600.000,- dan selanjutnya mengkoreksi negatip penyusutan fiskal sebesar Rp 29.400.000,- dan sekaligus mengkoreksi positip sebesar Rp 14.700.000 (50% yang diperkenankan), karena mobil dipakai oleh direksi atau dapat juga dilakukan secara langsung dengan mengkoreksi Positip sebesar Rp 4.200.000,- (Rp 33.600.000,- - Rp 29.400.000). dan untuk laba penjualan aset harus dikoreksi fiskal negatip sebesar Rp 28.350.000,-
Catatan : Harus diperhatikan bahwa jika ada penjualan aset tetap yang tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, maka jika aset tetap tersebut dijual, harus dipungut PPN sebesar 10% dan harus dibukakan Faktu Pajak.

Rekonsiliasi Fiskal Persediaan

PERSEDIAAN

Komersial :
PSAK No.14
a. Teknik pengukuran biaya persediaan adalah; identifikasi khusus, Fifo, Lifo atau weighted Average.
b. Nilai Realisasi bersih; Biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali (recoverable) bila barang rusak, seluruh atau sebagian barang telah using, atau bila harga penjualan menurun Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali jika estimasi biaya penyelesaian atau estimasi penjualan meningkat. Praktik penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi bersih konsisten dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dinyatakan melebihi jumlah yang mungkin dapat direalisasi melalui penjualan atau penggunaan. (Cadangan Penurunan Nilai).

Fiskal :
1. UU no.36/2008 Pasal 10 (6);
Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata (Average) atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (Fifo).
2. Untuk Pencadangan Penurunan nilai persediaan tidak diperkenankan oleh fiskus.


CONTOH 2 :
PT Sucaco menggunakan metode physical dalam pencatatan persediaan dan menerapkan metode Lifo dalam harga perolehan persediaannya. Saldo persediaan awal perusahaan adalah Rp 215.000.000,- dan persediaan akhir adalah Rp 375.000.000,-, setelah dikurangi dengan cadangan penurunan nilai sebesar Rp 5.000.000,-. Kalau digunakan metode fifo maka akan menjadi Rp 190.000.000,- dan Rp 365.000.000,-. Maka koreksi fiskalnya dilakukan sebagai berikut:
a. Selisih persediaan awal antara metode fifo dan lifo adalah sebesar Rp 25.000.000,-, harus dikoreksi positip.
b. Selisih persediaan akhir antara metode fifo dan lifo adalah sebesar Rp 10.000.000,- harus dikoreksi negatip.
c. Cadangan penurunan nilai sebesar Rp 5.000.000,- harus dikoreksi positif karena tidak diperkenankan sebagai biaya oleh fiskus. atau
d. harga pokok persediaan dikoreksi positip sebesar Rp 20.000.000,- (tidak terlihat dalam table)

Rekonsiliasi Fiskal Piutang

1. PIUTANG USAHA.

Komersial :
Menurut Akuntansi, Piutang usaha harus dicatat menurut nilai realisasi bersih, dengan kata lain, harus menggunakan metode cadangan.
Jika ada piutang yang tidak dapat ditagih harus dihapuskan dari pembukuan, dan jika ada piutang yang diragukan penagihannya harus dibuatkan cadangan piutang tak tertagih.

Pajak:
Menurut aturan perpajakan; piutang yang nyata-nyata tidak tertagih hanya boleh dijadikan sebagai biaya kalau memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : UU No.36/2008 Psl.6 (1)h.
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil.

Kesimpulan ;
Menurut komersial tidak dilarang untuk menghapuskan piutang yang nyata-nyata sudah tidak tertagih dan juga boleh membuat cadangan piutang yang diragukan penagihannya, tapi menurut fikal, piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih tidak boleh dijadikan sebagai biaya, kecuali memenuhi syarat-syarat tersebut diatas, demikian pula untuk pencadangan piutang yang diragukan juga tidak boleh.

CONTOH 1:
PT XYZ memiliki saldo cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun 2010 sebesar Rp 2.500.000,- pada akhir tahun saldo perkiraan tersebut menjadi Rp 3.500.000,- Selama tahun 2010 PT XYZ telah menghapus piutang yang nyata-nyata tidak tertagih sebesar Rp 2.000.000,-, sebesar Rp 500.000,- memenuhi syarat penghapusan sesuai dengan UU. Untuk menghitung laba rugi fiskal harus dikoreksi sebagai berikut :
a. Penghapusan piutang tak tertagih sebesar Rp 2.000.000,-, sebesar Rp 500.000,- boleh diperkenankan sebagai biaya, sedangkan yang Rp 1.500.000,- harus dikoreksi positip.
b. Pencadangan piutang yang diragukan selama tahun 2010 adalah Rp 3.000.000,-, harus dikoreksi positip.

Rekonsiliasi fiskal :
KOREKSI
Perkiraan Komersial Positif Negatif Fiskal

Beban piutang tak tertagih 5.000,000 4.500.000 500.000

Kalau suatu piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih pada suatu tahun dan penghapusan tersebut tidak memenuhi syarat peraturan perpajakan, maka jika pada tahun berikutnya dapat tertagih, maka secara komersial akan dianggap sebagai penghasilan, tapi penghasilan ini harus dikoreksi negatif, dengan alasan pada waktu penghapusan tidak diakui oleh pajak, maka pada waktu ditimbulkan sebagai penghasilan, maka penghasilan tersebut juga harus dikoreksi negatif.

Pada intinya, pajak tidak mengakui adanya cadangan, kecuali cadangan untuk hal-hal sebagai berikut : UU No.36/2008 Pasal 9 (1)c.

1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Lihat lebih detail pada Peraturan Menteri Keuangan No.81/PMK.03/2009 tangga 22 April 2009 Tentang “Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan boleh dikurangkan sebagai Biaya”.